Kota Depok merupakan salah satu daerah yang menginisiasi pembentukan Perda Kota Layak Anak, dan menjadi rujukan berbagai daerah dalam melakukan studi banding terkait penyusunan dan pelaksanaan perda tersebut. Untuk mengenal lebih lanjut Perda Kota Layak Anak, berikut petikan wawancara dengan T. Farida Rachmayanti, Aleg Fraksi PKS DPRD Kota Depok.
1. Bu Farida, tolong diceritakan bagaimana awal mula dan proses lahirnya Perda Kota Layak Anak?
Perda ini lahir dari kesadaran penuh berbagai pihak bahwa anak merupakan amanat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki hak di dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa yang perlu mendapat kesempatan seluasnya untuk terpenuhi haknya, yakni hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan dan hak partisipasi serta menjalankan hidupnya secara wajar.
Selain itu, anak merupakan potensi bangsa bagi pembangunan nasional. Untuk itu pembinaan dan pengembangannya perlu dilakukan sedini mungkin dengan menyusun kebijakan yang berpihak pada kepentingan anak sehingga diperlukan upaya strategis untuk menciptakan rasa aman, ramah, bersahabat dan mampu memberikan perlindungan kepada anak.
2. Kendala apa saja yang dihadapi dalam proses penyusunan Perda Kota Layak Anak tersebut?
Alhamdulillah tidak ada kendala, karena semua pihak sepemahaman bahwa pembangunan hakikatnya adalah pembangunan manusia seutuhnya. Fase kehidupan anak usia 0-18 tahun adalah fase yang menentukan bagi hadirnya generasi yang berkualitas. Kami juga bersepakat bahwa ini adalah jalan untuk memperoleh sukses dalam kondisi bonus demografi.
3. Apa saja kriteria dari Kota Layak Anak?
Secara umum kita menuangkannya dalam dua hal besar pada peraturan daerah (perda). Pertama. kelayakan. Kedua, keramahan. Layak berkaitan dengan infrastruktur. Ramah berkaitan dengan sikap dan nilai yang bersahabat kepada anak.Adapun kriteria Kota Layak Anak menurut peraturan Menteri Negara PPPA RI nomor 13 Tahun 2011, yakni indikator Kabupaten Kota Layak Anak:
1. Adanya peraturan perundan-undangan dan kebijakan untuk pemenuhan hak anak;
2. Persentase anggaran untuk pemenuhan hak anak, termasuk anggaran untuk penguatan kelembagaan;
3. Jumlah peraturan perundang-undangan, kebijakan, program dan kegiatan yang mendapatkan masukan dari Forum anak dan kelompok anak lainnya;
4. Tersedianya sumber daya manusia (SDM) terlatih Konvensi Hak Anak (KHA) dan mampu menerapkan hak anak kedalam kebijakan,program dan kegiatan;
5. Tersedia data anak terpilah menurut jenis kelamin, umur dan kecamatan;
6. Keterlibatan lembaga masyarakat, dunia usaha, dan media massa dalam pemenuhan Pemenuhan Hak dan Perlindungan Khusus Anak;
7. Presentase anak yang teregistrasi dan mendapatkan Kutipan Akte Kelahiran;8. Tersedia fasilitas informasi layak anak.Sementara itu, dari sisi perundangan ada indikator-indikator yang harus dipenuhi yang meliputi lima klaster hak anak, yakni hak sipil dan kebebasan; hak lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, hak kesehatan dan kesejahteraan anak, hak pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya dan hak perlindungan khusus.
4. Target apa yang ingin dicapai dari Perda Kota Layak Anak?
Komitmen yang berkelanjutan dari pemerintah bersama orang tua, keluarga, masyarakat, swasta, dan seluruh pemangku kepentingan anak untuk menghadirkan sistem pembangunan dan pelayanan publik yang ramah anak agar mereka terlindungi dan terpenuhi hak-haknya. Potensi mereka pun berkembang secara optimal.
Perda ini diinisiasi oleh DPRD Kota Depok untuk dijadikan acuan dalam pencapaian program unggulan yang tertuang di RPJMD 2011-2016, yakni menuju Depok yang layak anak.Tentunya hal ini terus berlanjut dan berkesinambungan. Kita berharap terbangunnya lingkungan yang kondusif pada skala yang mikro, yakni di tingkat RW dan RT. Hingga saat ini alhamdulillah hampir 50 persen dari total RW di Kota Depok telah berkomitmen menjadi RW Ramah Anak. Namun, yang paling mendasar adalah terbangunnya kelùarga ramah anak.
5. Kota Depok empat kali meraih penghargaan Kota Layak Anak kategori Nindya dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Apa tanggapan Ibu?
Penghargaan itu sebagai pemicu dan pemacu, progressnya ada di mana dan sampai di mana kita. Oleh karena itu, pencapaian taersebut dari waktu ke waktu kita terus perbaiki. Kita ini sedang membangun manusia, bukan gedung yang satu atau dua tahun selesai.
6. Terkait keberhasilan Depok meraih Kota Layak Anak predikat Nindya untuk keempat kalinya, ada pihak yang beranggapan bahwa raihan tersebut belum menunjukkan peningkatan karena posisinya masih kategori Nindya (peringkat ketiga) dan tidak beranjak ke kategori Utama dan Kota Layak Anak. Ada juga yang mengritik, mengapa kasus-kasus kekerasan terhadap anak terus bermunculan (seperti tawuran pelajar, pencabulan oleh guru/tokoh agama, dan kekerasan di rumah tangga) di tengah pencapaian prestasi tersebut? Apa tanggapan Bu Farida?
Jika kita lihat perundangan tidak ada satu narasi pun yang menyatakan bahwa kota yang menuju layak anak adalah kota tanpa masalah anak. Kota yang menuju layak anak itu dilihat dari komitmen serta keseriusannya untuk memenuhi dan menjaga indikator-indikatornya. Terkait hal ini, termasuk juga bagaimana menyiapkan sistem yang antisipatif mencegah timbulnya kasus anak serta penanganannya.
7. Menurut pengamatan Bu Farida sejauh mana kinerja Pemkot Depok dalam mengimplementasikan Perda Kota Layak Anak?
Sangat baik, contohnya saat ini Kota Depok bertahan di kategori Nindya. Menurut saya Pemkot sudah cukup baik dalam membangun kesadaran masyarakat tentang lingkungan yang ramah anak.
8. Bagaimana dengan pengawasan/pengawalan dari DPRD Depok terhadap pelaksanaan Perda Kota Layak Anak?
Pengawasan terhadap Perda Kota Layak Anak kami lakukan dalam tiga pendekatan, yaitu dari sisi implementasi perda, kebijakan anggaran, dan pengawasan program. Fraksi PKS DPRD Depok sangat concern untuk masalah ini. Dua tahun terakhir kami minta untuk dibuatkan aplikasi yang dapat memonitor dinamika RW Ramah anak secara real time. Bagi kami data sangat urgent dalam tindak lamjut penentuan kebijakan yang pro anak karena KLA melibatkan berbagai urusan pembangunan.