
RADARDEPOK.COM, DEPOK – Kota Depok merupakan wilayah penyangga untuk DKI Jakarta, di mana lalu lintas barang dan manusia di antara kedua wilayah ini sangat besar jumlahnya.
Pada tahun 2021 yang lalu, Badan Pusat Statistik Kota Depok mencatat jumlah penduduk Kota Depok meningkat sebesar 2 persen atau bertambah 29.551 jiwa. Sebagian besar adalah pendatang yang bermigrasi ke Kota Depok.
Hal tersebut disampaikan Anggota DPRD Kota Depok yang juga Ketua Fraksi PKS Depok, Hafid Nasir.
Hafid mengatakan bahwa dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk tersebut tentunya harus disertai dengan peningkatan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Kota Depok.
Kemudian sekitar 86 persen penduduk Kota Depok memanfaatkan air tanah atau sumber lainnya sebagai sumber air bersih, dan 14 persen berasal dari air perpipaan yang bersumber dari air permukaan tanah.
“Hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pemanfaatan dan pemasukan air tanah di Kota Depok. Ketidakseimbangan ini dapat dilihat dari turunnya permukaan air tanah di Kota Depok sebesar 20 cm per tahun, dan ini akan mengancam keselamatan penduduk akibat ruang kosong yang timbul dari hasil pengambilan air tanah yang berlebihan,” ucap Hafid Nasir.
Di sisi lain, Hafid melanjutkan, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Asasta Kota Depok yang telah berubah badan hukum menjadi Perseroan Terbatas (PT) Tirta Asasta Depok Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda) melalui Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 10 Tahun 2021 tentang Perusahaan Perseroan Daerah Air Minum Tirta Asasta Depok.
Perubahan tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Kemudian, penambahan penyertaan modal Pemerintah Daerah kepada Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Asasta telah disepakati dengan DPRD Kota Depok.
“Penambahan investasi tersebut adalah untuk infrastruktur peningkatan kapasitas produksi dan distribusi air bersih, termasuk aspek pemeliharaan dan pelayanan sesuai rencana kerja yang telah disusun PDAM Tirta Asasta untuk tahun 2020-2025. Sehingga keberadaannya diharapkan dapat mengimbangi tingginya potensi konsumsi air bersih di Kota Depok,” tutur Hafid Nasir kepada Radar Depok.
Hafid Nasir menilai, ada potensi persoalan ekonomi dan sosial yang akan muncul di kemudian hari terkait dengan pengelolaan air bawah tanah serta bangunan dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
“Oleh karenanya, komunikasi, koordinasi, dan birokrasi di antara pemangku kepentingan di tingkat daerah dan provinsi harus berjalan baik,” tegas Hafid Nasir.
Sehingga lanjut Hafid Nasir, pengelolaan air bawah tanah yang diambil dari Kota Depok dapat dikontrol melalui imbauan, kepada Badan Usaha dan Usaha terkait ijin operasionalnya disyaratkan penggunaan air yang bersumber dari PT. Tirta Asasta Kota Depok terlebih dahulu jika jaringan air perpipaan sudah masuk ke jalan utama dan jalan-jalan sekunder.
“Informasinya PT. Tirta Asasta Kota Depok tahun 2022 menargetkan 8.000 sambungan baru, semoga terus memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan dalam pendistribusian air,” harap Hafid Nasir.
Ijin pengambilan air tanah yang terpisah, yaitu dari provinsi dan ijin mendirikan bangunan dari daerah, menjadi celah bagi pendiri bangunan usaha untuk mengambil air tanah secara ilegal.
Hafid mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral (ESDM) dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi.
Sehingga urusan pemerintahan ESDM tidak lagi menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota, dan jenis peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan air tanah pada tingkat kabupaten kota sudah tidak diperlukan lagi.
“Hal tersebut menyebabkan Perda Kota Depok Nomor 10 tahun 2013 tentang Pengelolaan Air Tanah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Artinya, kewenangan Pemkot Depok atas pengelolaan air bawah tanah berakhir, dan pengaturan soal eksploitasi air bawah tanah seperti penerbitan izin pengeboran, izin penggalian, izin pemakaian, dan izin pengusahaan air tanah, termasuk pajak air bawah tanah menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat,” ungkap Hafid Nasir.
Hafid Nasir yang juga anggota Komisi B DPRD Kota Depok, dalam beberapa kali pertemuan Komisi B dengan Perseroda PT. Tirta Asasta termasuk dengan pemerintah daerah. Di antaranya dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Depok dan perangkat daerah lainnya terkait dengan usulan kenaikan tarif pajak air tanah dan peningkatan pengawasan penggunaan air tanah serta ijin penggunaan air tanah.
Termasuk Surat Edaran Walikota Depok nomor 660-1/295-Huk tertanggal 16 Juni 2022 tentang imbauan untuk tidak menggunakan air tanah, dan ditujukan ke semua Badan Usaha dan Usaha yang ijin operasionalnya di keluarkan oleh pemerintah daerah, agar dikoordinasikan dengan pemerintah provinsi Jawa Barat.
“Semangatnya adalah menjaga kelestarian air. Perizinan eksploitasi air semakin selektif dan kesadaran pemanfaatan dan pengelolaan air tanah permukaan mengemuka,” tambah Hafid.
Dalam upaya juga meningkatkan pendapatan asli daerah, Hafid berharap, kepada pemerintah daerah dan provinsi Jawa Barat agar senantiasa menjaga keseimbangan penggunaan air bawah tanah dan air perpipaan.
Sehingga setiap perpanjangan ijin penggunaan air tanah oleh badan usaha, agar Perusahaan Perseroan Daerah PT. Tirta Asata Kota Depok dapat berkontribusi untuk peningkatan penyaluran air perpipaan kepada Badan Usaha yang selama ini hanya menggunakan air bawah tanah, dikombinasikan dengan penyaluran air bersih dari air perpipaan.
“Kombinasi penggunaan air tanah dengan air perpipaan dapat menyelesaikan persoalan turunnya permukaan air tanah di Kota Depok, dan ruang kosong bawah tanah yang timbul dari hasil pengambilan air tanah yang berlebihan,” pungkas Hafid. (gun/**)