RADARDEPOK.COM-Kenaikan harga beras di Kota Depok dikeluhkan masyarakat. Harga beras dari yang sebelumnya sekitar tujuh ribuan rupiah untuk beras medium kini menjadi sebelas hingga duabelas ribu rupiah per liter.
Hal tersebut dikeluhkan ibu-ibu rumah tangga, karena anggaran belanja rumah tangga lebih banyak untuk membeli kebutuhan pokok.
Anggota Komisi B DPRD Kota Depok, Sri Utami mengatakan, hasil dirinya mengecek di lapangan harga beras memang mengalami kenaikan cukup signifikan dan ini dikeluhkan oleh masyarakat luas. Maka sudah saatnya Pemda Depok melakukan operasi pasar untuk menekan kenaikan harga beras.
“Saya sudah sampaikan ke Disdagin agar segera menggelar operasi pasar agar masyarakat terbantu. Dan alhmdulillah langsung direspon cepat,” kata Sri Utami kepada Radar Depok, Senin (25/9/2023).
Menurut Sri Utami kenaikan harga beras disebabkan oleh dampak dari El Nino yang melanda wilayah Indonesia dan menyebabkan sentra2 beras mengalami penurunan produksi.
“Supply beras berkurang sementara demandnya tetap atau bahkan bertambah. Ini memicu kenaikan harga beras di pasaran,” jelas dia.
Politikus PKS ini melanjutkan, perlunya komunikasi intensif dalam hal ini dengan Bulog serta wilayah yang selama ini memproduksi beras, mengingat beras merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat. Tim Pengendali Inflas Daerah diharapkan responsif mengantisipasi kenaikan harga komoditas yg menjadi kebutuhan pokok masyarakat.
Lebih lanjut, Sri Utami juga mengingatkan pentingnya mengurangi ketergantungan pada beras. Pada masa walikota Nur Mahmudi, ada program ODNR (One Day No Rice). Hal tersebut menurut dia bagus dan masih sangat relevan dilakukan yakni memodifikasi pola konsumsi karbohidrat, dimana sumber karbohidrat tidak melulu beras namun digantikan produk-produk lokal lainnya seperti singkong, ubi, jagung, dan talak.
“Ini saya pikir tetap relevan, masyarakat perlu diedukasi untuk memodifikasi pangan pokoknya tidak hanya beras, karena ternyata pola ini selain berfungsi bagi ketahanan pangan juga bisa menekan angka diabetes,” lanjut dia.
Selain itu, Sri Utami juga menyoroti tingkat defisit pangan di Depok, di mana hampir 98% pangan yang dikonsumsi di kota Depok dipasok dari luar. Ia menekankan pentingnya pengembangan kawasan pangan berkelanjutan dan strategi urban farming, terutama untuk produk hortikultura seperti sayuran, yang dapat ditanam di lahan sempit.
“Penting juga dipikirkan bagaimana Depok kedepannya lebih serius untuk punya kawasan produsi pangan berkelanjutan,” tegas dia.
Dia berharap, dalam rangka mengantisipasi kejadian yang berpotensi mengancam keamanan pangan, upaya tersebut dapat berperan sebagai sarana untuk melestarikan profesi petani serta meningkatkan ruang hijau di Kota Depok.
“Ini diharapkan dapat mengantisipasi kejadian rawan pangan, selain menjadi sarana pelestarian profesi petani dan meningkatkan ruang hijau kota.” tutup Sri Utami. (***)