DepokNews- Lonjakan harga beras di Kota Depok telah menimbulkan keprihatinan di kalangan masyarakat. Harga beras medium, yang sebelumnya berada di kisaran tujuh ribuan rupiah per liter, kini melambung menjadi sebelas hingga duabelas ribu rupiah per liter.
Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok, Sri Utami, mengamati situasi ini dengan prihatin dan memahami bahwa masyarakat telah menanggung beban ekonomi yang semakin berat. Ia menyampaikan bahwa perlu tindakan konkret dari Pemerintah Daerah Kota Depok untuk mengatasi kenaikan harga beras ini.
Kenaikan drastis ini telah menjadi permasalahan utama bagi ibu-ibu rumah tangga, yang merasa terbebani oleh peningkatan anggaran belanja rumah tangga mereka untuk memenuhi kebutuhan pokok.
“Saya telah berkomunikasi dengan Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) untuk segera melaksanakan operasi pasar guna mengendalikan kenaikan harga beras. Alhamdulillah, respons mereka sangat cepat,” ucap Sri, Senin (9/10/2023).
Menurut Sri Utami, kenaikan harga beras dapat dikaitkan dengan dampak dari fenomena El Nino yang melanda sebagian wilayah Indonesia, yang mengakibatkan penurunan produksi beras.
“Pasokan beras berkurang sementara permintaan tetap tinggi atau bahkan meningkat. Hal ini mendorong kenaikan harga beras di pasaran,” terangnya.
Sebagai seorang politikus dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sri Utami juga menyoroti pentingnya berkomunikasi secara intensif dengan Badan Urusan Logistik (Bulog) serta daerah-daerah produsen beras. Hal ini disebabkan beras merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Tim Pengendalian Inflasi Daerah diharapkan dapat bersikap responsif dalam mengantisipasi kenaikan harga komoditas pokok yang berdampak pada masyarakat.
Sri Utami juga mengingatkan akan pentingnya mengurangi ketergantungan pada beras sebagai sumber utama karbohidrat. Dia menunjukkan bahwa program ODNR (One Day No Rice) yang pernah diterapkan saat masa pemerintahan walikota sebelumnya masih relevan dan dapat diterapkan kembali. Program tersebut mendorong masyarakat untuk mengganti sumber karbohidrat utama mereka dari beras menjadi produk lokal seperti singkong, ubi, jagung, dan talas.
“Ini masih relevan dan perlu diedukasi, karena selain berdampak pada ketahanan pangan, juga dapat membantu menekan angka diabetes,” tambahnya.
Selain itu, Sri Utami juga mengkhawatirkan tingkat defisit pangan di Depok, di mana hampir 98% kebutuhan pangan kota ini harus dipasok dari luar. Ia menekankan pentingnya pengembangan kawasan pertanian berkelanjutan dan strategi urban farming, terutama untuk produksi sayuran yang dapat ditanam di lahan terbatas.
“Kita perlu serius mempertimbangkan bagaimana Depok dapat memiliki kawasan produksi pangan berkelanjutan,” tegasnya.
Harapannya, upaya ini tidak hanya akan membantu mengantisipasi krisis pangan, tetapi juga akan berkontribusi dalam menjaga mata pencaharian petani serta meningkatkan ruang hijau di Kota Depok.
“Ini diharapkan dapat mengatasi ancaman keamanan pangan, sambil mendukung petani dan keberlanjutan lingkungan di Kota Depok,” tandasnya.