Kota Depok merupakan salah satu kota di Indonesia yang telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang Kota Hijau (Green City). Perda ini mengatur lebih lanjut tentang konsep pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan. Salah satu inisiator penting di balik lahirnya Perda ini adalah legislator dari Fraksi PKS yang duduk di Komisi C Bidang Pembangunan, yakni Dra. Sri Utami, M.M. Berikut ini wawancara bersama inisiator Perda Kota Hijau tersebut.
1. Bu Sri Utami, tolong dijelaskan tentang konsep Kota Hijau?
Kota Hijau adalah konsep pembangunan kota yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, yang dicapai dengan strategi pembangunan yang seimbang antara pertumbuhan ekonomi, kegiatan sosial masyarakat dengan upaya perlindungan lingkungan.
2. Faktor apa saja yang melatarbelakangi lahirnya Perda Kota Hijau?
Lahirnya Perda Kota Hijau dilatarbelakangi oleh dua faktor:
1. Lingkungan hidup yang sehat merupakan salah satu hak asasi setiap orang. Untuk itu Penerintah perlu memastikan kelestariannya.
2. Ancaman kerusakan alam aktibat aktifitas pembangunan yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip ramah lingkungan yang telah nyata dampaknya. Indikasi terjadinya perubahan iklim yang telah dirasakan, seperti hujan ekstrem, angin ribut, dan lain-lain. Bagi Kota Depok penting menyikapi hal ini karena luasan kota kita tetap dan tidak bertambah. Sebaliknya, jumlah penduduk yang terus meningkat dengan implikasinya, seperti alih fungsi lahan bagi pemenuhan kebutuhan perumahan, kemacetan akibat tingginya mobilitas warga, volune sampah yang tinggi, kebutuhan air, dan lain-lain. Hal ini semua mengharuskan kita untuk menyikapinya dengan melahirkan kebijakan pembangunan yang ramah lingkungan.
3. Apa tujuan utama adanya Perda tersebut?
Tujuan Perda Kota Hijau adalah:
1. Perda ini diharapkan akan menjadi pedoman, arahan, dan kepastian hukum di daerah sesuai perundang-undangan yang berlaku terkait dengan pembangunan Depok yang berkelanjutan.
2 Mengamanahkan rencana, implemtasi, pengawasan, monitor, evaluasi dari Roadmap Kota Hijau
3. Pelibatan stakeholder Kota Hijau dari Pemda, kalangan swasta, akademisi, lembaga sosial
4. Poin-poin penting apa saja yang tercantum dalam Perda tersebut?
Poin penting: strategi pencapaian Depok Kota Hijau dengan mengukur capaian dari delapan atribut kota hijau, yaitu:
1. Green planning design (upaya peningkatan kualitas perencanaan dan perancangan kota)
2. Green open space (peningkatan mutu kualitas maupun kuantitas ruang terbuka hijau)
3. Green community (peran aktif masyarakat atau komunitas serta institusi swasta)
4. Green waste (upaya pengelolaan limbah/sampah untuk menciptakan zero waste dengan menerapkan konsep 3R, yaitu: Reduse (mengurangi sampah), Reuse (memberi nilai tambah bagi sampah hasil proses daur ulang), dan Recycle (mendaur ulang sampah).
5. Green transportation (upaya mengatasi permasalahan sistem transportasi khususnya kemacetan dan polusi kendaraan bermotor dengan mengembangkan transportasi berkelanjutan yang berprinsip pada pengurangan dampak negatif terhadap lingkungan)
6. Green water (efisiensi pemanfaatan sumber daya air untuk keberlangsungan hidup dengan memaksimalkan penyerapan air, mengurangi limpasan air, dan mengefisienkan pemakaian air).
7. Green building (upaya pengembangan bangunan hemat energi dan ramah lingkungan melalui penerapan prinsip bangunan gedung hijau)
8. Green energy (pemanfaatan sumber energi yang tidak terbarukan secara efisien dan ramah lingkungan dengan memanfaatkan sumber energi yang terbarukan (energi alternatif).)
5. Bagaimana implementasi dari Perda tersebut dan prestasi apa saja yang sudah diraih Kota Depok terkait implementasinya itu?
Implementasinya memang masih harus lebih digesa mengingat kita berpacu dengan kerusakan detik demi detik. Alhamdulillah, setelah diundangkan Perda Kota Hijau di tahun 2018, bulan Juni tahun 2020 Walikota Depok sudah memhuat peraturan walkota (perwali) tentang gugus tugas kota hijau. Pada tahun ini (2022) Bappeda sudah menyusun rencana induk Depok Kota Hijau, juga membuat jargon/tagline Bappeda yaitu Green Smart Planning.
Jadi, ini hal yang baik. Rencana pembangunan (Renbang) tahun ini di Dinas Perhubungan (Dishub) misalnya membangun transportasi terintegrasi. Ini spiritnya sudah benar agar kemacetan berkurang seiring dengan meningkatnya penggunaan tranportasi publik. Begitu juga pembangunan taman yang semakin marak, namun ini masih menggunakan fasos fasum. Jadi, ruang terbuka hijau (RTH) belum bertambah secara signifikan. Begitu juga penanganan banjir sudah mulai menggunakan pendekatan sumur resapan dan bioporisasi. Sampah juga sudah menggesa pengurangan sampah di tingkat kawasan dengan peningkatan jumlah bank sampah. Namun, tetap harus dicermati dan dikawal implementasi detil di lapangan, karena spirit pelaksana lapangan belum tentu nyambung dengan pimpinan. Oleh karena itu, kita perlu terus-menerus melakukan edukasi tentang pembangunan ramah lingkungan ini sehingga menjadi jiwa dan budaya yg tumbuh di masyarakat. Kita masih melihat sungai-sungai yang penuh sampah meskipun dibersihkan setiap hari. Air masih sangat bergantung dengan air tanah, masih ada warga yang membakar sampah, dan lain-lain. Hal ini harus dieselesaikan dengan edukasi dan tidak semata-mata dengan pendekatan ketertiban umum.
6. Bagaimana pelaksanaan monitoring dan evaluasinya?
Evaluasi dan monitoring sejauh ini dilakukan oleh Komisi C memang perlu terus ditingkatkan. Karena memang pemahaman terhadap masalah pelestarian lingkungan ini seringkali terkalahkan dengan pertimbangan pertumbuhan ekonomi. Secara umum kita terus optimis untuk melakukan yang terbaik.
7. Bagaimana respon dan dukungan dari stakeholder yang ada di Depok terhadap Perda tersebut?
Dukungan stakeholder sejauh ini bergantung dengan agresifitas Pemda untuk melibatkan mereka. Misalnya, terkait penghijauan di halaman kantor/toko sepertinya masih ada kendala. Padahal Pemda sudah mempunyai landasan hukum yag bisa memaksa mereka, misalnya di Perda Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) setiap bangunan seluas 120 m2 minimal harus ada satu pohon pelindung. Dalam implementasinya kita masih banyak jumpai kantor/toko/rumah sakit dan rumah warga yang belum mentaatinya. Terkait masalah ini harus ada keberanian Pemda untuk menegakkan aturan secara berwibawa. Namun, optimisme harus selalu ada, semoga dengan pendekatan Renbang yang baru akan lebih baik lagi nantinya
8. Apa harapan Ibu untuk terwujudnya Kota Depok sebagai Kota Hijau?
Terwujudnya Kota Depok yang hijau adalah benar-benar saya rindukan. Perlu kerja ekstra keras, cerdas, dan tuntas. Sudah terlihat on the track namun powernya perlu lebih ditingkatkan. Misalnya, minimal dari tampilan fisik kota yang hijau oleh pepohonan sebelum “aspek hijau-hijau” yang lain yang membutuhkan effort yang lebih besar. Karena Depok sering dikritik gersang, saya mengusulkan agar ada gerakan penanaman pohon serentak yang difasilitasi dengan aplikasi berbasis android. Misalnya, Pemda mencanangkan setiap orang untuk menanam satu batang pohon. Kita canangkan satu juta pohon di mana setiap orang bisa mengupload pohon yang ditanamnya lokasi dimana, jenisnya apa, dan ukurannya berapa. Dalam waktu enam bulan Depok dipastikan akan berubah menjadi lebih hijau.
Demikian juga penanganan sampah harus ada obligasi/pewajiban di tingkat RT/RW yang didukung oleh lurah dan camat serta disinergikan dengan Forum Komunikasi Kecamatan Sehat (FKKS) dan Pokja 3 PKK. Kemudian gerakan kompos oleh masyarakat dan mengubah Unit Pengolahan Sampah (UPS) berbasis kompos menjadi kompos dan maggot. Ini akan sangat mengurangi APBD kita dibandingkan harus membuang sampah ke Nambo. Hal ini merupakan implementasi atribut Green Waste.
Satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah alokasi anggaran untk pembelian RTH mengingat RTH kita masih sangat minim, yaitu baru sekitar 15,5% dari amanah sebesar 30%. Harapan yang besar seiring dengan spirit Perda nomor 3 tahun 2018 semoga bisa terlaksana dalam waktu yang tidak lama.